Sekarang sudah
bukan lagi jamannya pendidikan yang guru melarang muridnya ini itu,
memarh-marahi muridnya, memaki, menghina, bahkan memukul muridnya. “Kamu ga
boleh telat lagi, awas kalo telat lagi ya!!”. “Kamu jangan remedial terus dong
!, bapak udah capek sama kamu!!”. “Kalo di rumah diajari bapakmu apa?? Masak
aturan kayak gini aja ga bisa taat!!”. “Kok nilaimu jelek terus? Dasar anak
bego!!”. Bahkan selain memarahi, mencaci, dan memaki guru juga memukul muridnya
dengan penggaris.
Sekarang bukan
lagi jamannya seperti itu. Murid tidak butuh amarah dan ancaman guru. Dan
dengan marahnya guru, hukuman-hukuman fisik guru, murid bisa semakin berontak ,
dendam kesumat yang murid pendam selama ini bisa terealisasi dengan mudah, dan
yang terjadi pertikaian antar guru-murid tidak dapat dihindarkan. Bahkan nama
baik keluarga, suku, ras, agama, bahkan negara dapat tercoreng dengan mudahnya.
Dan ujung-ujungnya menjadi penghuni rumah tahanan.
Yang dibutuhkan
para murid di Indonesia saat ini adalah teladan. Teladan yang baik dari guru
dalam melaksanakan sesuatu. Dan jangan sampai, “Kamu kalau ke sekolah jangan
telat ya!!”, sedangkan guru terlambat pergi ke sekolah. “Kalau ke sekolah harus
pakai atribut lengkap !, jangan lupa pakai sepatu hitam !”, sedangkan guru memakai
sandal gunung di sekolah seakan tak yang mengawasinya. “Jangan lupa mengerjakan
PR, besok harus dikumpulkan !”, tapi gurunya tidak peduli terhadap individu
siswanya. Juga jangan sampai sekolah menetapkan aturan tetapi gurunya saja
tidak taat, lebih baik tidak ada.
Bukan juga guru
yang hanya datang ke sekolah cuma menyuruh muridnya belajar ini itu. “Hari ini
kalian harus mempelajari teori ekonomi klasik!”, murid membuka buku lalu
belajar, sedangkan guru pergi keluar kelas ngobrol dengan guru lain. Hal yang sangat
tidak diharapkan dari guru-guru Indonesia.
Tapi, hal sepele
seperti diatas yang menjadi kelemahan guru di Indonesia. Yang hanya memberi
perintah tanpa memperlihatkan bagaimana melakukan ini itu. Yang dibutuhkan
bukan pertanyaan-pertanyaan dan perintah seperti itu. Murid butuh guru hadir
dihadapannya untuk memberi teladan buatnya. “Sekolah punya aturan setiap orang
di sekolah wajib bersepatu!”, dan guru memakai sepatu dengan baik. Guru datang
langsung ke murid, “ Nak besok ada ulangan, kamu masih butuh bimbingan bapak
bapak ngga? “. Atau ketika jam istirahat mendatangi murid yang kesepian dan
mengajaknya makan di kantin lalu memberi sedikit motivasi membuat murid
menganggap bahwa guru adalah orang yang paling peduli terhadap murid itu.
Sehingga tidak ada jarak yang memisahkan guru dan murid.
Selain itu
mengajak murid yang bermasalah untuk curhat. “Nak, kamu lagi ada masalah?, kamu
belum punya sepatu hitam ya?”. Lama-kelamaan murid akan merespon dengan baik.
Murid akan semakin ingin menunjukkan kepada gurunya kalau ia bisa melengkapi
atribut sekolahnya.
Jadi dengan
teladan-teladan langsung dari guru tanpa memerintah dan memarahi maka murid
juga semakin menunjukkan kepeduliannya terhadap guru tersebut. Mendatangi murid
dan mengajak curhat empat mata membuat hubungan guru-murid semakin harmonis.
Dan dengan harmonisnya guru-murid membuatnya terlihat sederajat, meski walau
bagaimanapun murid tetap harus menghormati guru. Namun karena kedekatan
hubungan antara guru dengan murid, murid bisa menunjukkan kepeduliannya
terhadap arahan guru dengan senang hati dan penuh semangat. Dengan ini kualitas
guru di Indonesia semakin membaik. Guru tidak lagi dicap pemerintah otoriter
dan penguasa kejam, tetapi guru akan dicap sebagai orang tua yang memberikan
arahan dengan teladan yang baik.
“Ayo jadikan
guru “Teladan yang Baik” bagi Indonesia”.
0 komentar:
Post a Comment